Kedua : Ditinjau dari kandungan do’anya, bahwa tiga perkara ini adalah tujuan, hajat dan tempat berlabuh manusia disetiap harinya didalam mengarungi lautan kehidupan, segala cita-cita dan tujuan bermuara dari tiga hal ini, yaitu ilmu yang bermanfa’at, rezeki yang halal dan amalan yang diterima. Ilmu yang dimaksud adalah Ilmu syar’I (ilmu agama), karena ilmu agamalah ilmu yang bermanfa’at secara mutlak, ilmu yang akan menyelamatkan pemiliknya dari kebinasaan dunia dan akhirat. Adapun ilmu dunia maka akan bermanfaat dan menyelamatkan kepada pemiliknya tatkala dikaitkan dengan ilmu agama diniatkan untuk membela agama. Oleh karena itu dalam masalah keduniaan orang Kafirpun diberi ilmunya oleh Allah, tapi ilmu syari’at tidaklah diberikan kecuali kepada orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah dari kalangan orang-orang yang beriman.
Allah Ta’ala berfirman :
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka(orang-orang kafir) hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai”.[7]
Rasulullah a bersabda tentang keutamaan ilmu syari’at :
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka ia akan dipahamkan dalam agama”. [8]
Dalam doa yang agung ini Rasulullah a mendahulukan permintaan berupa ilmu sebelum rezeki dan amal. Ini menunjukan bahwa dalam Islam bahwa ibadah, muamalah serta semua aktivitas kehidupan dunia secara umum, dibangun diatas dasar ilmu. Para ulama mengatakan [9] : Berilmu sebelum berkata dan berbuat, ungkapan ini didasarkan kepada firman Allah e :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan yang benar)selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal”. [10]
Diantara pelajaran yang lainnya mengapa Rasulullah a mendahulukan Ilmu sebelum rezeki dan amal, adalah karena dengan ilmulah seseorang akan terpelihara dari mendapatkan rezeki yang haram, dengan ilmu seseorang akan bisa membedakan antara harta yang halal dan harta yang haram, sebagaimana dengan ilmu pula seseorang akan mengetahui bagaimana cara beribadah kepada Allah e dengan benar yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah a kerena hanya ibadah yang ikhlas dan mengikuti sunnah (Ittiba’) yang akan diterima oleh Allah e.
Pengaruh keburukan bagi yang mencari rezeki dengan cara yang haram atau mengkonsumsi barang yang haram adalah diantaranya do’anya tidak diijabah oleh Allah, tidaklah ada kemodlaratan yang paling besar dari pada seseorang tatkala ia meminta, memohon, berdo’a kepada Allah tapi Allah tidak mengabulkan permintaannya, menolak untuk mengijabah do’anya disebabkan harta haram yang masuk kedalam perutnya, isteri dan anak-anaknya Na’udzubillah..
Rasulullah a bersabda :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّباً، وإنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ اْلمُرْسَلِيْنَ، فقال تعالى: يَآ أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُواْ صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ. وقال: يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ . ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ! يَا رَبِّ! وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حرامٌ، ومَلْبَسُهُ حرامٌ، وغُذِيَ بالحَرَام فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ.
“Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah (maha) baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik-baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kaum mu’minin sebagaimana yang telah diperintahkan juga kepada para rasul. Allah Ta’ala berfirman : “Wahai para rasul makanlah yang baik-baik dan lakukanlah amal shalih sesungguhnya Aku mengetahui atas apa yang kalian lakukan”. Dan Allah Ta’ala berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-naik dari apa yang telah Kami berikan berupa rezeki kepada kalian”. Kemudian Rasulullah menyebutkan seseorang yang sedang menmpuh perjalanan (musafir), bajunya lusuh ranbutnya kusut masai, ia menengadahkan kedua tangannya ke atas, ia mengatakan wahai Rabb..wahai Rabb..(bersimpuh berdo’a) akan tetapi (sayang) makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dagingnya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana mungkin ia akan diijabah (do’anya)”. [11]
Oleh kerena itu manusia terbaik setelah Nabinya a, Abu Bakar As-Shiddiq y pernah memuntahkan susu pemberian budaknya yang telah diteguknya dengan cara memasukan jari kemulutnya, ketika ia diberitahu oleh budaknya bahwa susu yang diberikannya hasil upah menipu pur-pura jadi dukun pada masa jahiliyah. Ketika dikatakan kepada Beliau, mengapa engkau melakukan itu semua padahal hanya satu tegukan saja? Maka beliau menjawab :
لَوْ لَمْ تَخْرُجْ إِلَّا مَعَ نَفْسِيْ لَأَخْرَجْتُهَا، سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ aيَقُوْلُ: كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فالنارُ أولى بِهِ فَخَشِيْتُ أَنْ يَنْبُتَ شَيْءٌ مِنْ جَسَدِيْ مِنْ هَذِهِ اللُّقْمَةِ.
“Seandainya seteguk susu ini tidak keluar dari perutku kecuali harus keluar dengan nyawaku, niscaya akan aku keluarkan (bersama nyawaku), Aku mendengar Rasulullah a bersabda : “Setiap jasad yang tumbuh dari yang haram maka nerakalah lebih pantas menjadi tempat duduknya”, makanya aku takut tumbuh sesuatu yang haram dari dagingku dengan sebab seteguk susu ini”. [12]
Kemudian Rasulullah a mengakhiri do’anya dengan memohon kepada Allah Amalan Mutaqobbalan (amalan nyang diterima), amalan yang diterima adalah amalan yang didasari dengan ilmu dan pemahaman yang benar bukan beribadah diatas kejahilan, kebiasaan, ikut-ikutan atau ro’yu belaka, akan tetapi amalan yang ikhlas hanya mengharapkan wajah Allah dan mutaba’ah (sesuai contoh) Rasulullah a.
Doa ini juga memberikan pelajaran kepada kita anjuran untuk menuntut ilmu syari’at, mencari rezeki yang halal dan meminta tolong kepada Allah agar diberi kemampuan untuk memperbagus amalan ibadah kita agar menjadi ibadah yang maqbul disisi Allah sebagai mana do’a yang diajarkan Nabi a kepada Mu’adz bin Jabal y
Rasulullah a bersabda kepada Muadz y :
يَا مُعَاذُ إِنِّي لأُحِبُّكَ، فَقَالَ لَهُ مُعَاذٌ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَنَا أُحِبُّكَ، قَالَ: أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Wahai Mu’adz sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu”, Muadz y lalu menjawab : “Ibu dan ayahku yang menjadi tebusannya wahai Rasulullah akupun sangat mencintaimu”, Lalu Rasulullah a bersabda : ”Wahai mu’adz janganlah engkau tinggalkan dalam setiap akhir shalatmu membaca do’a : Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wasyukrika wahusni ‘ibadatik (Ya Allah tolonglah aku agar bisa berdzikir mengingat-Mu, bersyukur kepada (ni’mat)-Mu dan memperbagus ibadah kepada-Mu)”. [13]
Semoga kita senantiasa bisa istiqamah membaca serta mengamalkan do’a yang agung ini, Wallahul Muwafiq.
[1] QS Ghafir : 60.
[2] HR Abu Dawud : 1479, Tirmidzi : 2969, Lihat Shahih Sunan Tirmidzi 1/138.
[3] HR Tirmidzi : 3373, Shahih Sunan Tirmidzi 3/138
[4] HR Bukhari didalam Al Adabul Mufrad : 712.
[5] HR Ibnu Majah : 3843, Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 2/327.
[6] HR Abu Dawud : 2606, Tirmidzi : 1212, Lihat Shahih Sunan Abi Dawud, no 2270.
[7] QS Ar-Ruum : 7.
[8] HR Bukhari : 71, Muslim : 1037.
[9] Diantaranya Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya membuat satu Bab dengan judul “Ilmu sebelum berucap dan beramal”.
[10] QS Muhammad : 19.
[11] HR Muslim : 1015, Tirmidzi : 2989.
[12] HR Bukhari : 3842, Potongan Hadits yang akhir diriwayatkan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 1/31.
[13] HR Abu Dawud : 1524, Lihat Shahih Sunan Abi Dawud : 1362.
Oleh Abu Ghozie Assundawie