Pemimpin lebah ini diikuti perintahnya, di dengar dan ditaati, dia yang memegang urusan, yang memiliki hak memerintah dan melarang, dialah pemiminnya dana dia memimpin sebagaimana seorang raja memimpin rakyatnya, hingga apabila lebah yang lain kembali ke sarangnya pemimpinnya menunggu di pintu sarangnya, tidak saling desak-desakan akan tetapi semuanya masuk dengan teratur satu persatu dengan tidak saling mendahului dan bertubrukan dengan yang lainnya, sebagaimana seorang pemimpin pasukan yang menyuruh pasukannya ketika akan melewati lorong yang kecil dengan memasukinya satu-persatu.
Barangsiapa yang menghayati kehidupan lebah, keadaannya, kepemimpinannya, petunjuknya, dan kehidupan besosialisasi di antara para lebah dan kedisiplinan dan keteraturan kehidupan para lebah, maka dia akan sangat terkagum dan faham bahwa ini bukan dari pengetahuan bangsa lebah sendiri, melainkan merupakan amalan yang telah Alloh terapkan bagi makhluk yang lemah ini dan merupakan di antara tanda kebesaran Alloh Ta’ala.
Dan di antara hal yang menakjubkan juga dari bangsa lebah ini, bahwasanya tidak akan bersatu dan tidak mungkin terjadi apabila dalam satu pemerintahan lebah ini terdapat dua pemimpin lebah. Bahkan apabila terdapat dua kumpulan lebah dengan dua pemimpin maka mereka akan membunuh salah satu pemimpinnya dan memotong-motongnya, dan mereka sepakat dipimpin oleh satu pemimpin tanpa adanya permusuhan di antara mereka dan tidak ada gangguan dari satu lebah terhadap lebah lainnya, akan tetapi mereka seperti satu tangan (dalam bekerja) dan satu pasukan. (miftahu daari sa’aadah 2/165)
Ini semua tidaklah terjadi melainkan karena wahyu yang Alloh telah wahyukan kepada bangsa lebah, sehingga manusia sebagai mahluk-Nya yang berakal dan berkewajiban eribadah kepada-Nya bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari tanda-tanda kebesaran-Nya.
(Dadan/Sendia/rumahhufazh.or.id)