Proses Berliku Menghafal Alquran
Rumahhufazh- Akbar merupakan salah satu peserta karantina asal Aceh. Sebenarnya, kini dia sedang tinggal di Turki untuk melanjutkan pendidikan. Pemuda ini punya kisah panjang tentang bagaimana awal dia mencoba hafal Alquran.
Semua bermula saat dia mendapat pelajaran Tahsin pada usia 13 tahun di Pondok Pesantren Modern Darul Ulum, Banda Aceh. Tahsin merupakan mata pelajaran pondok pesantren dengan muatan hafalan ayat-ayat Alquran. Pesantren tersebut mewajibkan setiap santrinya menyetorkan hafalan Alquran minimal tiga lembar dalam satu semester. Hal itu sebagai syarat penilaian para santri untuk bisa naik tingkat.
Kala itu, Akbar mengaku tidak begitu lancar membaca Alquran. Hal itu berpengaruh pada daya hapalnya. Alhasil, kemampuan Akbar dalam menghafal masuk kategori buruk.
“Saat memberikan hafalan, saya sering lupa dan mempunyai hapalan yang qabih (buruk). Saat itu saya sangat sedih, nilai QQT (Qiraatul Quran wa Tajwid) saya adalah yang paling rendah yaitu 6,” kata Akbar saat dihubungi Dream melalui email.
Melihat teman-temannya begitu fasih menghapal Alquran membuat Akbar termotivasi untuk memperbaiki hafalan. Ditambah buku-buku agama yang kebanyakan menyatakan menghafal Alquran begitu bermanfaat, niat Akbar semakin kuat. Dia lalu berusaha menghapal juz 30 sebagai permulaan dan berhasil tuntas dalam waktu empat bulan.
“Alhamdulillah, saya masuk kelas tahfiz. Saya dipilih juga untuk masuk kamar tahfiz selama dua tahun. Dan semenjak itu hafalan saya begitu pesat, sampai tamat SMP saya menamatkan tiga setengah juz,” ungkap Akbar.
Dalam menjalani proses hafalan, Akbar berada di bawah bimbingan Muhammad Ridho. Pembimbing itu ditunjuk langsung oleh ustaz pengasuh Ponpes Modern Darul Ulum Banda Aceh, Ustaz Muhammad Al Fajri. Akbar mengaku menjalani proses hafalan dengan tertatih-tatih.
“Proses hapalan saya kala itu ya hancur. Tetapi saya memulai dengan niat yang lurus dengan motto ‘hafal dulu, hapal lagi, dan hapal terus’. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit bagus, bagus, dan bagus.” Dan yang unik, jika akhirnya dia menutup hafalan dengan surat An Nas sebenarnya surat itu pulalah yang pertama harus dia hafal.
Terdapat sumber motivasi lain yang mendorong Akbar berusaha menghafal. Dia selalu ingin membahagiakan orangtuanya.
“Saya berpikir orangtua saya banyak sekali berkorban untuk anaknya mulai dari kandungan melahirkan yang akan rela mengorbankan nyawa. Maka dari itu, saya bercita-cita untuk ingin memberikan mahkota terindah kepada kedua orangtua saya,” ungkap dia.
Di tengah perjalanan berproses, Akbar masuk dalam daftar penerima beasiswa Turkey Diyanet Foundation. Akbar berkesempatan melanjutkan pendidikan di Turki. Alhasil, proses hapalan terhambat. Waktu itu, dia sudah hapal sekitar empat juz.
“Ketika sampai di Turki, saya mengulang hapalan yang telah saya hafal dahulu, dan kemudian saya mencoba hafalan metode Turki Utsmani yang metodenya dengan menghafal halaman terakhir di setiap juznya,” terang Akbar.
Metode baru itu membuat Akbar kewalahan. Dia lalu memutuskan untuk kembali menggunakan metode yang selama ini dia terapkan. Alhasil, dia mampu menambah tiga juz, sehingga jumlah hafalannya sebanyak tujuh juz.
(Rumahhufzah/Dream)