Laki-laki paruh baya itu berlari tersengal-sengal. Laki-laki yang datang dari ujung kota itu berkata, “Hai, Musa ! Pembesar negeri Madyan sedang berunding untuk membunuhmu. Kusarankan engkau secepatnya pergi dari kota ini. Wahai, Musa ! Kuharap engkau mendengar saranku ini.”
Usai mendengar saran laki-laki itu, Musa pun bergegas keluar dari kota itu sambil dilingkupi rasa takut. Rasa khawatir pun merambati hatinya. Diperjalanan, ia terus berdoa, ” Ya, Rabbku ! Selamatkan aku dari orang-orang zalim itu.”

Tatkala menghadap ke arah negeri Madyan, ia kembali memohonkan permintaan, ” Mudah-mudahan Rabbku membimbingku ke jalan yang benar.”

Di pinggir kota Madyan, di dekat sumber mata air, bola matanya tiba-tiba melihat sekumpulan warga sedang meminumkan ternaknya, sedangkan di belakang orang banyak itu tampak dua gadis cantik sedang menambatkan ternaknya.

Musa mencoba mendekatinya sembari bertanya, ” Apakah maksudmu melakukan ini ?”
Kedua dara cantik itu menjawab, “kami tidak dapat memberi minum ternak kami sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan ternaknya, sedangkan ayah kami di rumah telah renta digerogoti usia. Lemah sekali.”

Karena iba, Musa menolong keduanya memberi minum ternak itu kemudian kembali ke tempat teduh lalu berdoa, “Ya, Tuhanku ! Aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.”

Pada saat seperti itu, tiba-tiba salah satu dari gadis yang ditolongnya tadi datang mendekati Musa sambil berjalan malu-malu. Malu sekali. “Wahai, pemuda ! Ayahku memanggilmu ke rumah. Ia hendak membalas kebaikanmu karena memberi minum ternak kami, ” kata gadis itu.

Musa pun memenuhi undangan gadis itu.
Tatkala Musa mendatangi ayah si gadis yang ternyata seorang laki-laki shalih, yaitu Syu’aib, dan ia menceritakan kepadanya tentang pengembaraannya. Syu’aib berusaha membangkitkan semangat Musa, “Wahai, pemuda ! Jangan takut. Kamu telah selamat dari orang-orang zalim itu.”

Salah seorang putri Syu’aib berkata, “Wahai ayahku, jika engkau berkenan, ambillah pemuda ini sebagai pekerja kita karena sungguh pemuda ini adalah orang yang paling baik yang dapat ayah ambil untuk menjadi pekerja. Ia adalah sosok yang kuat, gagah, dan sangat dipercaya.”

Syu’aib lalu berkata kepada Musa, “Wahai, anak muda ! Akan kunikahkan engkau dengan salah satu putriku ini atas dasar kamu bekerja padaku selama delapan tahun. Jika kamu cukupkan selama sepuluh tahun, itu suatu kebaikan darimu. Aku tak berniat memberikan beban di pundakmu. Kamu insyaallah akan mendapatiku sebagai orang yang baik.”

Mendengar tawaran itu, Musa menjawab, “Itulah perjanjian antara aku dan kamu. Mana saja kedua waktu yang ditentukan itu aku disempurnakan, tak ada tuntutan tambahan atas diriku lagi. Allah menyaksikan yang kita ucapkan.”

Musa pun menikah dengan sang dara, putri Syu’aib. Keduanya hidup dalam satu biduk rumah tangga secara harmonis. Setelah itu, ia berangkat bersama keluarganya sembari membawa sejumlah kambing yang diberi mertuanya sebelum akhirnya ia menerima Wahyu dari Allah.

[Diangkat dari surah Al-Qashas: 20-29]

Allah itu Maha Berkuasa menyusupkan benih cinta kepada siapa saja untuk mencintai pasangan hidupnya. Cinta itu tidak datang dengan sendirinya. Harus ada upaya menemukan ruangnya. Meski demikian, tidak semua cinta itu sukses karena antara cinta dan rasa memiliki selalu tidak sama. Seperti persepsi dan realitas yang tidak harus selalu bertemu. Meski demikian, teruslah mencintai sebab itu adalah keputusan besar dalam hidup.

Menikah, satu kata ini akan menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi pemuda ataupun pemudi yang sudah mencapai usia remaja. Remaja yang sudah mulai memiliki rasa tertarik dengan lawan jenisnya, akan memperhatikan pasangan yang diimpikan menjadi pasangan hidupnya. Sejenak waktu, hatinya akan merenda mimpi, membayangkan masa depan yang indah bersamanya. Maka dalam kisah Musa tersebut ada teladan sosok suami ideal. Allah menyebutkan dengan sosok yang kuat agamanya, penuh perhatian, kuat, amanah, gagah, amanah dan tentunya penuh dengan tanggung jawab.
Satu hal yang perlu diingat, bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Jangan pernah membayangkan bahwa laki-laki yang sholeh itu tidak punya cacat dan kekurangan. Tapi, satu hal yang tidak boleh kita tinggalkan adalah ikhtiar dengan mencari yang terbaik untuk kita, serta bertawakal kepada Allah dengan diiringi do’a.
Wallahu a’lam.

Print Friendly, PDF & Email
rumahhufazh.or.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.