Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تسبوا أصحابي لا تسبوا أصحابي فوالذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما أدرك مد أحدهم ولا نصيفه
“Janganlah kalian mencela para shahabatku, janganlah kalian mencela para shahabatku! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang di antara kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak akan menyamai satu mudd (sedekah) salah seorang dari mereka atau bahkan setengah muddnya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan ringkas
An-Nawawi rahimahullah berkata,
واعلم أن سب الصحابة رضي الله عنهم حرام، من فواحش المحرمات سواء من لابس الفتن منهم وغيره لأنهم مجتهدون في تلك الحروب متأولون … قال القاضي: وسب أحدهم من المعاصي الكبائر، ومذهبنا ومذهب الجمهور أنه يعزر ولا يقتل، وقال بعض المالكية: يقتل.
“Ketahuilah bahwa mencela para sahabat radhiallahu ‘anhum adalah perbuatan haram, termasuk perkara keji yang diharamkan, baik mencela sahabat yang terlibat dalam fitnah atau tidak, sebab (meski terlibat dalam fitnah) mereka adalah para mujtahid dalam peperangan tersebut…al-Qadhi Iyadh menambahkan, ‘Mencela salah seorang sahabat adalah kemaksiatan besar (dosa besar). Madzhab kami dan madzhab jumhur menyatakan pelakunya diberi hukuman ta’zir dan tidak dihukum mati. Adapun sebagian ulama Malikiyah berpendapat pelakunya dihukum mati.” [Syarh Shahih Muslim 16/93]
Mencela Sahabat radhiallahu ‘anhum berkonsekuensi turut mencaci Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Malik rahimahullah berkata perihal orang yang hobi mencaci Sahabat radhiallahu ‘anhum,
إنّما هؤلاء قومٌ أرادوا القدح في النّبيّ – صلّى الله عليه و على آله و صحبه و سلّم – فلم يمكنهم ذلك ؛ فقدحوا في أصحابه ؛ حتّى يُقال : رجل سوء ؛ و لو كان رجلاً صالحًا لكان أصحابه صالحين
“Mereka sesungguhnya adalah golongan yang ingin mendiskreditkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun mereka tak memiliki celah untuk melakukannya. Oleh karena itu, mereka pun mencaci Sahabat beliau, sehingga nanti ada yang berkomentar bahwa Nabi adalah pria yang berperangai buruk karena jika beliau adalah pria yang baik, tentu para Sahabatnya pun adalah orang baik.” [Ash-Sharim al-Maslul 3/1088-1089]
Hukum mencela Sahabat radhiallahu ‘anhum memiliki sejumlah perincian yang terangkum dalam poin-poin berikut:
Mengafirkan dan memfasikkan seluruh atau mayoritas Sahabat, maka alim ulama bersepakat bahwa pelakunya telah kafir.
Syaikh al-Islam Ibnu Tamiyah rahimahullah mengatakan,
و أمّا من جاوز ذلك إلى أن زعم أنّهم ارتدّوا بعد رسول الله – صلّى الله عليه و على آله و صحبه و سلّم – إلاّ نفرًا قليلاً لا يبلغون بضعة عشر نفسًا ، أو أنّهم فسقوا عامّتهم : فهذا لا ريب – أيضًا – في كفره ؛ لأنّه مكذّبٌ لما نصّه القرآن – في غير موضع – من الرّضى عنهم ، و الثّناء عليهم
“Adapun perihal orang yang melampaui batas hingga berkeyakinan bahwa para Sahabat telah murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali hanya segelintir orang saja yang tidak mencapai sepuluh orang, atau mayoritas mereka telah fasik, maka kekufuran orang ini tidak diragukan lagi karena dia telah mendustakan kandungan ayat berupa ridha dan pujian Allah kepada mereka yang telah ditegaskan dalam sejumlah ayat al-Quran.” [Ash-Sharim al-Maslul 3/1110-1112]
Mengafirkan dan memfasikkan salah seorang Sahabat radhiallahu ‘anhum, maka menurut pendapat yang terpilih, pelakunya adalah orang yang fasik dan berhak dikenai hukuman ta’zir dan ‘uqubah; dipenjara seumur hidup dan penguasa tidak diperkenankan memberikan pemaafan.
Suhnun berkata perihal seorang yang mengafirkan dan menyesatkan salah seorang Sahabat yang keutamaannya tidak mutawatir (tidak diakui secara luas),
من شتم غيرهم – [ أي المتواتر فضلهم كالأربعة ] – من الصّحابة بمثل ذلك : نُكّل النّكال الشّديد
“Setiap orang yang mencela selain mereka (yaitu: para Sahabat yang keutamaannya tersebar luas seperti Empat Khalifah), maka dihukum dengan hukuman yang keras.” [Asy-Syifaa 2/1109]
Menghalalkan perbuatan mencaci salah seorang sahabat, maka alim ulama sepakat pelakunya kafir.
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengutip dari al-Qadhi Abu Ya’la al-Hambali, bahwa beliau berkata,
إذا استحلّ سبّهم فإنّه يكفر بلا خلاف
“Apabila orang itu menghalalkan perbuatan mencela Sahabat, dia telah kafir tanpa ada silang pendapat di kalangan alim ulama.” [Ash-Sharim al-Maslul 3/1066]
Mencela salah seorang Sahabat karena statusnya sebagai sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka pelakunya kafir.
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan,
و إن كان لم يتواتر النّقل في فضله و كماله : فالظّاهر أنّ سابّه فاسق ؛ إلاّ أن يسبّه من حيث صحبته لرسول الله – صلّى الله عليه و على آله و صحبه و سلّم – فإنّه يكفر
“Meskipun sahabat yang dicela itu tidak memiliki keutamaan dan kesempurnaan yang ternukil secara mutawatir, menurut pendapat yang tepat pencelanya berstatus fasik. Kecuali dia mencela sahabat dikarenakan statusnya sebagai sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam kondisi ini orang yang melakukannya kafir.” [Ar-Radd ‘alaa ar-Raafidhah hlm. 19]
Mengafirkan dan memfasikkan salah seorang sahabat yang keutamaannya ternukil secara mutawatir seperti Empat Khalifah dan para istri Nabi radhiallahu ‘anhum, maka pelakunya kafir menurut pendapat yang terpilih.
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
قال أحمد في رواية أبي طالبٍ في الرّجل يشتم عثمان : ((هذه زندقة )) ، وقال في رواية المرّوذيّ : (( من شتم أبا بكرٍ وعمر و عائشة : ما أَرَاه على الإسلام(
“Ahmad mengatakan dalam riwayat Abu Thalib perihal orang yang mencaci Utsman bin Affan, ‘Dia adalah seorang zindiq (munafik)’. Beliau berkata dalam riwayat al-Marwadzi, ‘Saya tidak mengakui keislaman seorang yang mencaci Abu Bakar, Umar, dan Aisyah.” [Ash-Sharim al-Maslul 3/1065]
Menuduh Aisyah radhiallahu ‘anha atau istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam, dengan tuduhan berzina, maka pelakunya kafir berdasarkan kesepakatan alim ulama.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
أجمع العلماء – رحمهم الله – – قاطبةً – على أنّ من سبّها بعد هذا ، و رماها بما رماها به بعد هذا الّذي ذُكر في هذه الآية – [ أي : الآية رقم : 23 ؛ من سورة النّور ] – : فإنّه كافر ؛ لأنّه معاندٌ للقرآن
“Alim ulama bersepakat dengan pasti bahwa orang yang mencela Aisyah dan menuduhnya dengan tuduhan berzina setelah apa yang disebutkan dalam ayat ini (an-Nuur ayat 23), sungguh dia kafir karena telah menentang al-Quran.” [Tafsir al-Quran al’Azhim]
Mencela karakter salah seorang sahabat yang tidak berkaitan dengan keagamaannya, seperti menyifatinya dengan sifat pelit, pengecut, minim terhadap ilmu politik, atau lemah akal, maka pelakunya berstatus fasik dan tidak kafir, menurut pendapat yang terpilih. Pelakunya berhak memperoleh hukuman seperti hukuman orang yang mengafirkan dan memfasikkan salah seorang sahabat yang tidak keutamaannya tidak ternukil secara mutawatir.
Imam Ahmad mengatakan,
لا يجوز لأحدٍ أن يذكر شيئًا من مساويهم ، و لا يطعن على أحدٍ منهم بعيب ، ولا بنقص ؛ فمن فعل ذلك فقد وجب على السّلطان تأديبه و عقوبته ؛ ليس له أن يعفو عنه ، بل يعاقبه و يستتيبه ؛ فإن تاب قبِلَ منه ، وإن ثبت عاد عليه بالعقوبة وخلَّده الحبس ؛ حتىّ يموت أو يُراجع
“Seorang pun tidak boleh menyebutkan keburukan para sahabat; tidak pula mencela salah seorang mereka dengan cacian dan celaan. Barangsiapa yang melakukannya, Sultan berkewajiban menerapkan sanksi dan hukuman bagi orang tersebut. Dia tidak boleh memaafkannya. Bahkan dia harus menghukum dan memintanya bertaubat. Apabila orang itu bertaubat, maka diterima taubatnya. Jika menolak, maka Sultan kembali menghukumnya dan menahannya seumur hidup hingga dia meninggal atau rujuk dari perbuatannya itu.” [Thabaqaat al-Hanabilah hlm. 30]
Namun, apabila perbuatan celaan pada karakter sahabat itu dianggap halal atau celaan itu diarahkan pada mayoritas sahabat, maka menurut pendapat yang terpilih, status pelakunya adalah kafir, meski celaan tersebut tidak terkait dengan keagamaan mereka[] Wallahu ta’ala a’lam
*Dari berbagai sumber
Oct/rumahhufazh.or.id
______________________________________________________________
Ayo bantu program berantas buta huruf Al-Quran bersama LPI-RH. Enam puluh lima persen penduduk Indonesia masih buta huruf Al-Quran.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan untuk membantu program kami.
LPI-RH melakukan penyaluran kepada lebih dari 20 penerima manfaat setiap bulannya, dengan penyaluran rata-rata 20 juta per bulan dan menghasilkan lebih dari 180 aktivitas pendidikan masyarakat per bulan.
Karena komitmen LPI-RH adalah mendorong SDM Pendidik dan Pendakwah membina masyarakat Islam. Kami peduli dan kami ajak Anda peduli.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan ke no.rekening,
BSM 70 9157 3525 a.n Yayasan Rumah Hufazh QQ Infaq
Konfirmasi ke 08961324556.