Di antara bentuk kewajiban seorang hamba terhadap Allah Ta’aala adalah kewajiban pendidikan, pengasuhan, dan kepemimpinan. Amanat yang teramat besar yang wajib dipegang teguh dalam hal ini adalah perhatian terhadap pendidikan anak. Allah Ta’aala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٧) وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (٢٨)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 27-28).

Ayat tersebut bermakna Allah Ta’ala menganugerahkan seorang anak kepada para orang tua sebagai cobaan dan ujian, ujian tersebut berupa hak hak anak yang wajib orang tua berikan.

Jika orang tua menunaikan kewajiban tersebut sesuai perintah Allah Ta’aala, maka Allah Ta’aala janjikan bagi para orang tua pahala yang sangat bersar. Sebaliknya  jika anak disia siakan maka bagi para orang tua hukuman yang berat di sisi Allah Ta’aala.

Oleh karena itu, Allah Ta’aala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).

Ayat ini adalah prinsip dasar dalam pendidikan anak yang hendaknya orang tua berjalan diatasnya. Dalam shahihain dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ؛ الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، وَالخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، أَلا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Pembantu dalam permasalahan harta tuannya adalah pemimpin dan dia akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.”

Setiap orang tua menghendaki anak anaknya tumbuh menjadi pribadi yang shaleh, maka untuk merealisasikan amanah besar nan mulia ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantara hal tersebut adalah:

1. Mendoakan Anak

Mendoakan anak dimulai dari saat ia masih dikandung, dengan memohon kepada Allah Ta’aala keturunan yang shaleh. Dan setelah mereka terlahir di dunia dengan mendoakan mereka hidayah dan kebaikan. Setelah mereka cenderung kepada hidayah dan kebaikan, para orang tua hendaknya mendoakan mereka agar istiqomah di jalan kebaikan tersebut. Hal ini sebagaimana doa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100).

Doa Nabi Zakariya ‘Alaihissalam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38).

Dan doa seorang hamba,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 76).

Namun para orang tua juga hendaknya tidak tergesa-gesa dalam doa mereka, terutama saat mereka dalam kondisi marah terhadap anak. Jangan sampai mendoakan keburukan dan menyesal. Allah Ta’alaberfirman,

وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا

“Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra: 11).

2. Adil Dan Menjauhi Sikap Dzalim

Benih benih hasad dan permusuhan akan tumbuh bak benalu jika orang tua tak bersikap adil di antara anak mereka, sebaliknya jika mereka berbuat adil, maka keadilan tersebut akan menjadi sebab terbesar kasih sayang serta keharmonisan, juga menjadi sebab baiknya perangai mereka.

Dalam Shahihain, dari Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu

عَنْ اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- (فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي. فَقَالَ : أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ? قَالَ : لَا قَالَ: اِتَّقُوا اَللَّهَ , وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ فَرَجَعَ أَبِي, فَرَدَّ تِلْكَ اَلصَّدَقَةَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ قَالَ : ( فَأَشْهِدْ عَلَى هَذَا غَيْرِي ثُمَّ قَالَ : أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا لَكَ فِي اَلْبِرِّ سَوَاءً? قَالَ : بَلَى قَالَ : فَلَا إِذًا)

Dari Nu’man Ibnu Basyir radhiallahu ‘anhuma, “Ayahku menghadap kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar menyaksikan pemberiannya kepadaku, lalu beliau bersabda, “Apakah engkau melakukan hal ini terhadap anakmu seluruhnya?” Ia menjawab, Tidak. Beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu.” Lalu ayahku pulang dan menarik kembali pemberian itu. (Muttafaq ‘alaihi).

3. Berkasih Sayang Terhadap Mereka

Tidaklah kelemah lembutan itu ada pada sesuatu hal kecuali akan menjadikannya indah, dan tidaklah hilang darinya kecuali akan menjadikannya rusak.

Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menciumi cucunya Hasan bin Ali. Saat itu al-Aqra’ bin Habis duduk di dekat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia berkata, “Aku memiliki 10 orang anak dan aku tidak pernah mencium salah seorang dari mereka.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menatap al-Aqra’, kemudian bersabda,

مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ

“Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak disayangi.”

Dalam Shahihhain, dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Datang seorang Arab Badui menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia berkata, ‘Anda mencium anak-anak? Kami tidak pernah melakukannya’. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

“Sungguh aku tidak mampu mencegah jika ternyata Allah telah mencabut sifat kasih sayang dari hatimu.”

Kasih sayang dan lemah lembut adalah sebab yang menjadikan anak dekat dan cinta kepada kedua orang tuanya. Apabila rasa kedekatan ini sudah ada, maka rasa cinta pun akan muncul, sehingga orang tua bisa lebih mudah memberi pengarahan, nasihat, dan pendidikan terhadap anak-anaknya.

4. Arahkan Mereka Pada Kebaikan

Hal ini dilakukan dengan cara memberi pengajaran tentang Tauhid serta kewajibannya sebagai seorang hamba, beri tahu mereka tentang halal haram. Dan sebaik-baik nasihat seorang ayah kepada anaknya adalah nasihat Lukman al-hakim kepada anaknya. Sebuah nasihat yang Allah sebutkan di dalam KitabNya:

يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah. Karena menyekutukan Allah adalah kezhaliman yang besar.” (QS. Lukman: 13).

Setelah nasihat keimanan, Lukman merangkainya dengan nasihat agar menjaga kewajiban-kewajiban, melarang anaknya dari kemungkaran, dan memperingatkannya akan perbuatan dosa. Di antara kewajiban yang paling terdepan untuk dijaga adalah shalat.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha: 132).

Dalam Sunan Abu Dawud, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat.”

5. Menjaga Pergaulan Mereka

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan perumpamaan yang sangat menarik mengenai teman yang baik dan teman yang buruk. Dalam Shahihain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Permisalan teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk seperti penjual misik dan pandai besi. Adapun penjual misik, boleh jadi ia memberimu misik, engkau membeli darinya, atau setidaknya engkau akan mencium bau harumnya. Adapun pandai besi, boleh jadi akan membuat bajumu terbakar atau engkau mencium bau yang tidak enak.”

Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ

“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah interaksi mereka dengan teknologi media sosial dan hiburan. Kita dapati hari ini tak sedikit dari mereka yang rusak akibat “pergaulan tanpa batas” dunia maya yang luput dari pengawasan orang tua.

6. Jadilah Teladan Bagi Mereka

Janganlah orang tua menjadi memerintahkan anaknya kepada kebaikan, namun ia sendiri tidak melakukannya. Atau pula melarang mereka dari kejelekan, tapi ia sendiri malah melakukannya.

Wajib bagi para orang tua yang mendidik dan mengarahkan anak-anaknya untuk merenungi terus firman Allah Ta’aala,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab?” (QS. Al-Baqarah: 44).

Perkataan Nabi Syu’aib ‘Alaihissalam,

وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ

“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.” (QS. Hud: 88).

Bersamaan dengan usaha para orang tua dengan memperhatikan hal-hal di atas, mereka wajib tetap bersandar kepada Allah Ta’aala. Bertawakal, menyerahkan segala urusan, dan beraharap hanya kepada Allah Ta’aala, semoga menjadikan anak-anak mereka anak yang shaleh, serta menjaga mereka sebagaimana Ia menjaga hamba-hamba-Nya yang shaleh, wallaahua’lam.[]

Oct/rumahhufazh.or.id

______________________________________________________________

Ayo bantu program berantas buta huruf Al-Quran bersama LPI-RH. Enam puluh lima persen penduduk Indonesia masih buta huruf Al-Quran.

Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan untuk membantu program kami.

LPI-RH melakukan penyaluran kepada lebih dari 20 penerima manfaat setiap bulannya, dengan penyaluran rata-rata 20 juta per bulan dan menghasilkan lebih dari 180 aktivitas pendidikan masyarakat per bulan.

Karena komitmen LPI-RH adalah mendorong SDM Pendidik dan Pendakwah membina masyarakat Islam. Kami peduli dan kami ajak Anda peduli.

Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan ke no.rekening,

BSM 70 9157 3525 a.n Yayasan Rumah Hufazh QQ Infaq

Konfirmasi ke 08961324556.

Print Friendly, PDF & Email
rumahhufazh.or.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.