Allah SwT berfirman di dalam Qs Al-Baqarah [2]: 185, yaitu:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
Artinya: (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Dari informasi ayat di atas, secara jelas Allah menyatakan bahwa fungsi Al-Qur’an yang utama adalah sebagai petunjuk kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kunci kebahagiaan seseorang dalam hidup ini adalah Al-Qur’an. Jika seseorang ingin hidupnya berbahagia, maka patuhi dan ikutilah Al-Qur’an. Di ayat yang lain, yaitu Qs Al-Isra’ [17]: 82 Allah menjelaskan bahwa fungsi Al-Qur’an adalah sebagai obat atau penawar.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Artinya: Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian.
Dari ayat di atas juga dapat dipahami secara tersirat bahwa Al-Qur’an itu tidak hanya menjadi hati manusia secara personal, tapi juga menjadi obat hatinya masyarakat secara sosial yang sedang sakit. Hal itu terbukti dalam sejarah, masyarakat Arab sebelum Al-Qur’an diturunkan adalah masyarakat yang mengalami sakit sosial-moral yang sangat parah. Akan tetapi, dengan Al-Qur’an, dalam tempo hanya sekitar dua puluh tiga tahun mereka dapat disembuhkan. Bahkan masyarakat kemudian tumbuh menjadi masyarakat yang sangat baik dan berperadaban tinggi. Itu semua terjadi karena diobati dengan Al-Qur’an.
Kita semua sudah faham dan mengerti betul akan kedudukan dan fungsi Al-Qur’an seperti dijelaskan di atas. Akan tetapi, pertanyaannya adalah sudahkah kita familier atau akrab dengan Al-Qur’an? Jangan-jangan kita masih asing dan bahkan tidak mengenal sama sekali Al-Qur’an.
Marilah kita ukur keakraban kita terhadap Al-Qur’an secara sederhana. Indikator pertama sebagai tolak ukur keakraban kita dengan Al-Qur’an dapat kita lihat dari sisi kepemilikan Al-Qur’an. Sudahkah para jama’ah yang hadir ini secara pribadi mempunyai kitab suci Al-Qur’an?
Perlu diketahui bahwa dari sekian ratus juta umat Islam di Indonesia, ternyata yang memiliki Al-Qur’an untuk dirinya tidak lebih dari 25%, sungguh hal yang sangat ironis. Jika umat Islam saja masih banyak yang belum memiliki Al-Qur’an, bagaimana dapat dikatakan mereka akrab dengan Al-Qur’an.
Jika para kaum muslimin sekalian sudah mempunyai Al-Qur’an, indikator berikutnya adalah sudahkah Al-Qur’an yang dimiliki itu dipegang? Mengapa memegang dijadikan sebagai indikator? Karena ada di antara umat Islam yang telah memiliki Al-Qur’an, tapi Al-qur’an itu hanya dijadikan sebagai pajangan atau dijadikan sebagai benda keramat yang disucikan sehingga tidak pernah dipegang. Oleh karena itu, jika memegang Al-Qur’an saja tidak pernah, bagaimana mungkin dia akan akrab dengannya?
Indikator selanjutnya adalah jika Al-Qur’an sudah dipegang, sudahkah dibuka dan dibaca? Jangan-jangan Al-Qur’an dipegang hanya dijadikan sebagai jimat saja. Oleh karena itu, jika Al-Qur’an sudah dipegang, maka tanda keakraban diri dengan Al-Qur’an adalah dengan membuka dan melafadzkannya.
Jika sudah dilafadzkan, indikator berikutnya adalah berapa waktu yang kita kuotakan untuk mengakrabkan diri melafadzkan Al-Qur’an. Sebulan sekali, seminggu sekali, sehari sekali ataukah sehari satu juz dan seterusnya. Semakin sering melafadzkan Al-Qur’an, berarti kita semakin akrab dengannya.
Indikator keakraban kita dengan Al-Qur’an semakin meningkat jika kita tidak hanya sekadar melafadzkan Al-Qur’an secara rutin sampai berkali-kali khatam. Keakraban kita dengan Al-Qur’an akan semakin besar jika kita mulai melangkah untuk mengkaji, mendalami dan memahami isi kandungan nilai-nilai ajaran Al-Qur’an.
Adapun puncak dari keakraban kita dengan Al-Qur’an adalah jika nilai-nilai ajaran Al-Qur’an yang merupakan petunjuk kehidupan itu diinternalisasi ke dalam diri kita dan kemudian menjadi landasan segala amal perbuatan kita. Jika hal itu dapat dilaksanakan, berarti nilai-nilai Al-Qur’an telah menyatu dengan diri kita. Alangkah berbahagianya kita jika Al-Qur’an betul-betul dapat menyatu dalam diri kita.
Hanya saja, untuk menjadikan diri kita begitu akrab dengan Al-Qur’an tidaklah muda. Bahkan pada masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dahulu pun masih banyak di antara umat Islam yang menjauhi Al-Qur’an seperti yang dikeluhkan Rasulullah saw seperti yang disebutkan di dalam Qs Al-Furqan [25]: 30, yang artinya:
Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang tidak diperhatikan”.
Untuk itu, guna mengantisipasi apa yang dikeluhkan oleh Rasulullah tersebut, maka kita harus terus menggelorakan semangat untuk mengakrabkan diri dengan Al-Qur’an. Kita masyarakatkan Al-Qur’an dan kita Al-Qur’an kan masyarakat.[]
Oct/rumahhufazh.or.id
______________________________________________________________
Ayo bantu program berantas buta huruf Al-Quran bersama LPI-RH. Enam puluh lima persen penduduk Indonesia masih buta huruf Al-Quran.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan untuk membantu program kami.
LPI-RH melakukan penyaluran kepada lebih dari 20 penerima manfaat setiap bulannya, dengan penyaluran rata-rata 20 juta per bulan dan menghasilkan lebih dari 180 aktivitas pendidikan masyarakat per bulan.
Karena komitmen LPI-RH adalah mendorong SDM Pendidik dan Pendakwah membina masyarakat Islam. Kami peduli dan kami ajak Anda peduli.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan ke no.rekening,
BSM 70 9157 3525 a.n Yayasan Rumah Hufazh QQ Infaq
Konfirmasi ke 08961324556.