عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ma’qil Bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga atasnya. [Muttafaq alaih]
FAIDAH HADITS
1. Dalam hadits di atas terdapat ancaman keras terhadap para pemimpin
yang tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya; Yang mereka perhatikan
hanya kepentingan pribadi mereka dan bagaimana agar ambisi mereka
tercapai. Meskipun harus mengorbankan kepentingan rakyat terkait agama
dan dunia mereka.
2. Ancaman dan adzab pedih ini tertuju kepada para pemimpin yang curang dan khianat. Yaitu bila mereka mati dalam keadaan demikian, maka Allah Azza wa Jalla mengharamkan surga yang merupakan kebahagiaan abadi. Ini karena kecurangan mereka terhadap rakyat tidak lain adalah untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka di dunia, dengan jalan memperbudak dan menyengsarakan rakyat. Maka balasannya, Allah Azza wa Jalla mengharamkan kebahagiaan hakiki yang abadi.
3. Banyak hadits menunjukkan bahwa perbuatan curang pemimpin termasuk dosa besar. Tindakan ini termasuk tindakan maksiat yang bahaya dan dampak buruknya akan menimpa dan menjalar kepada pihak lain.
Ibnu Batthal berkata, “Ini adalah ancaman keras terhadap para pemimpin zhalim. Barangsiapa menyia-nyiakan orang yang ia diberi amanat untuk mengurusnya, atau ia mengkhianati mereka, maka ia akan dituntut pada hari kiamat. Lalu bagaimana mungkin ia mampu untuk belepas diri dari kezaliman yang ia lakukan terhadap suatu umat yang besar?!”
4. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam as-Siyasah asy-Syar’iyyah, “Berbagai hadits telah menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus ditunaikan. Dalam Shahîh al-Bukhâri (59) datang suatu riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Bila amanat telah disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya (atau itu adalah pertanda dekatnya Kiamat).” Ada Sahabat bertanya, “Bagaimana amanat tersebut disia-siakan wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bila suatu perkara dipercayakan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya.” [HR. Al-Bukhari dan Ahmad]
Lalu Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Para pemimpin adalah orang yang mewakili Allâh terhadap para hamba-Nya. Para pemimpin juga wakil dari para hamba terhadap urusan diri mereka. Maksud dari kepemimpinan (al-wilayah) adalah memperbaiki agama manusia, yang bila itu luput, mereka pun akan rugi besar. Dan apa yang mereka nikmati di dunia saat itu tidak lagi berguna bagi mereka. Juga memperbaiki perkara dunia, di mana perkara agama tidak akan tegak kecuali dengannya. Dan hal ini terbagi menjadi dua macam:
(a). pembagian harta kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya
(b). menjatuhkan hukuman terhadap orang-orang yang melampaui batas (sewenang-wenang).
Maka bila seorang pemimpin bersungguh-sungguh dalam memperbaiki urusan agama dan dunia mereka sesuai kemampuan mereka, maka ia adalah orang yang paling utama pada zamannya. Dan ia termasuk kalangan orang yang berjihad di jalan Allah.
5. Masuk dalam masalah kepemimpinan di antaranya pengelolaan wakaf, menunaikan wasiat, menjadi wali atas anak kecil dan orang yang tidak mampu, seorang suami terhadap keluarganya, juga istri di rumah suaminya, dan bentuk-bentuk lainnya. Mereka semua adalah pemimpin yang mengurusi apa yang ada di bawah wewenang mereka. Mereka tercakup dalam kandungan hadits:
كُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتهِ
Masing-masing dari kalian adalah pemimpin, dan masing-masing dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpin. [HR. Al-Bukhari, 893, Muslim, 1829]
Dalam hadits terdapat dalil yang menunjukkan betapa tanggung jawab setiap orang yang memegang kendali urusan rakyat itu sangat besar dan berat, para pemimpin baik dalam skala besar maupun kecil, termasuk juga kepemimpinan seorang lelaki terhadap keluarganya. Oleh karena itu, kewajiban orang yang memegang kendali urusan kaum muslimin, untuk menjaga hak-hak mereka dengan penuh tanggung jawab, tanpa berlaku curang.
Di antara bentuk sikap pemimpin yang berlaku khianat terhadap amanat yang diembannya adalah bila ia tidak mengenalkan syariat Islam yang harus dikenalkan kepada mereka, atau menyia-menyiakan kewajibannya untuk menjaga syariat, atau tidak melakukan pembelaan dari tindakan-tindakan yang menyelewengkan agama, atau menyepelekan hukum had pada masyarakat, atau menyia-nyiakan hak rakyat, tidak melindungi apa yang menjadi milik mereka, tidak memerangi musuh, atau tidak berlaku adil dalam memerintah. Ini semua adalah tindakan mengkhianati rakyat. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan bahwa itu semua termasuk dosa besar yang membinasakan, yang menjauhkan dari surga.
[lihat Syarh an-Nawawi atas Shahih Muslim 2/345]
Atas dasar itu semua, maka betapa besar ancaman terkait khianat dan kecurangan pemimpin terhadap rakyatnya. Sehingga diharamkan melakukan penipuan dan kecurangan terhadap rakyat. Karena ini termasuk dosa besar. Mengingat hal tersebut akan menghalangi seseorang masuk surga. Dan sungguh keras larangan terkait pemimpin yang tidak tulus dalam menasihati rakyatnya. Nasihat di sini dalam artian melakukan hal-hal yang bisa mewujudkan kemaslahatan bagi rakyatnya, dengan memenuhi kemaslahatan dan hak-hak mereka. Tindakan ini termasuk dalam jajaran dosa besar. Karena orang yang meninggal dalam kondisi seperti ini, akibatnya Allah menghalanginya surga atas dirinya.
Tindakan khianat dan curang pemimpin terhadap rakyatnya mempunyai dimensi yang beragam. Di antara bentuknya adalah menyepelekan masalah penerapan syariat Allah; juga memberi keputusan hukum di antara para rakyat bukan dengan hukum yang telah Allah Azza wa Jalla turunkan; tidak menaruh perhatian terhadap masalah penegakan agama Allah Azza wa Jalla , amar makruf dan nahi mungkar. Juga tidak memperhatikan nasib dan kemaslahatan rakyat; dan membuat jarak dan sekat terhadap para rakyat serta menutup diri sehingga tidak berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Termasuk bentuk tindakan khianat dan curang adalah membiarkan para pelaku kriminal berbuat kerusakan di muka bumi, baik dengan merusak moral dan akhlak manusia, menjarah harta, dan juga menodai kehormatan manusia, tanpa melakukan upaya pencegahan, baik dengan menjatuhkan hukuman hadd ataupun ta’zir kepada mereka.
Bentuk lain dari kecurangan pemimpin adalah memberikan jabatan dan kedudukan atas dasar pilih kasih, sehingga mengangkat pejabat yang tidak kapabel dalam bidangnya, baik itu terkait jabatan kepemimpinan suatu wilayah, hakim, kementrian, ataupun lainnya. Kita berdoa agar Allâh memberi bimbingan dan taufiq kepada para pemimpin kita, agar tercipta negeri yang adil dan makmur, di bawah lindungan hukum Allah dan Rasul-Nya.[]
Wallaahu Ta’ala A’lam.
*Disarikan Dari kitab Minhaatul Allam
Oct/rumahhufazh.or.id
______________________________________________________________
Ayo bantu program berantas buta huruf Al-Quran bersama LPI-RH. Enam puluh lima persen penduduk Indonesia masih buta huruf Al-Quran.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan untuk membantu program kami.
LPI-RH melakukan penyaluran kepada lebih dari 20 penerima manfaat setiap bulannya, dengan penyaluran rata-rata 20 juta per bulan dan menghasilkan lebih dari 180 aktivitas pendidikan masyarakat per bulan.
Karena komitmen LPI-RH adalah mendorong SDM Pendidik dan Pendakwah membina masyarakat Islam. Kami peduli dan kami ajak Anda peduli.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan ke no.rekening,
BSM 70 9157 3525 a.n Yayasan Rumah Hufazh QQ Infaq
Konfirmasi ke 08961324556.