Setiap kita punya kewajiban untuk berdakwah. Harus ada yang menunaikannya di suatu tempat atau negeri. Jika tidak ada yang menunaikan dakwah, maka semuanya berdosa. Jika sudah ada yang menunaikan, maka yang lain gugur kewajibannya.

Namun dakwah di sini sesuai kemampuan. Karena demikianlah yang namanya kewajiban. Para ulama memberikan kaidah, “Kewajiban itu tergantung pada kemampuan”.

Berikut adalah kaidah-kaidah dalam berdakwah yang bisa dijadikan acuan, diantaranya:

  1. Al Qudwah Qabla Ad Da’wah (Menjadi Teladan Sebelum Berdakwah)

أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri…” (QS Al Baqarah: 44)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ۝ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan ? Sungguh besar murka di sisi Allah bila kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan.” (QS Ash Shaff: 2-3)

Pepatah Arab mengatakan “Lisanul Haal Afsahu Min Lisanil Maqal” (Bahasa perbuatan lebih fasih daripada bahasa lisan)

2. At Ta’lif Qabla At Ta’rif (Mengikat Hati Sebelum Mengenalkan)

Objek dakwah (mad’u) adalah manusia yang sikap dan perbuatannya ditentukan oleh kondisi hatinya. Untuk itu mensuasanakan hati mad’u sebelum diberikan dakwah adalah hal yang penting. Selain agar Ia tidak terkejut, tentunya agar Ia bisa lebih menerima dakwah yang kita bawa. Salah satu cara mensuasanakan hati tersebut adalah dengan cara membangun kekaraban.

3. At Ta’rif Qabla At Taklif (Mengenalkan Sebelum Memberi Beban/Amanah)

Salah satu kesalahan dakwah terbesar adalah membebankan suatu amalan kepada mad’u sebelum diajarkan dengan baik. Baik beban berupa suatu amal yang hukumnya wajib maupun amalan yang hukumnya sunnah. Sebab dakwah itu tegak di atas landasan ilmu dan hujjah yang jelas, bukan doktrin-doktrin yang membabi buta.

4. At Tadarruj fi At Taklif (Bertahap Dalam Membebankan Suatu Amal)

Manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik dari sudut pandang latar belakang pendidikan, keluarga hingga kondisi sosial yang melahirkannya. Oleh karena itu, seorag da’i harus memahami kondisi manusia yang beraneka ragam tersebut agar perlakuannya kepada setiap mad’u disesuaikan dengan kondisi mereka masing-masing.

5. At Taysir Laa At Ta’sir (Memudahkan Bukan Menyulitkan)

يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS Al Baqarah: 185)

6. Al Ushul Qabla Al Furu’ (Perkara Pokok Sebelum Perkara Cabang)

Da’i yang tidak memahami masalah-masalah ushul dan furu’ ini akan menjadikan dakwah tidak lagi menuai maslahat, bahkan dapat bersifat kontraproduktif bagi dakwah itu sendiri. Hal ini dikarenakan perkara ushul harus didahulukan daripada furu’, sedangkan furu’ dapat dilaksanakan dengan baik dan benar ketika berpijak pada ushul yang baik dan benar pula.

7. At Targhib Qabla At Tarhib (Memberi Harapan Sebelum Ancaman)

Seorang da’i harus senantiasa memberikan semangat kepada mad’unya agar dapat beramal. Saat mad’u melakukan dosa, ia harus diberi harapan besar bahwa Allah selalu membuka pintu taubat bagi siapa saja. Bukan justru menyalahkan atau bahkan memvonis mad’u dengan vonis yang menyeramkan. Sahabat pasti tahu kisah seseorang yang meninggal di perjalanan taubatnya lalu diperebutkan oleh dua malaikat setelah membunuh 100 orang. Dengan cara ini dakwah (In syaa’a Allah) akan menuai hasil yang diharapkan.

8. At Tafhim Laa At Talqin (Memberi Pemahaman Bukan Mendikte)

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS Al Israa’: 36)

9. At Tarbiyah Laa At Ta’riyah (Mendidik Bukan Menelanjangi)

Menjaga kehormatan termasuk salah satu tujuan syari’at Islam. Oleh karena itu, dakwah harus berupaya memberikan didikan yang baik kepada mad’unya.

10. Tilmidzu Imam Laa Tilmidzu Kitab (Murid Guru Bukan Murid Buku)

Sebuah pepatah mengatakan, “Guru tanpa buku akan melahirkan kejumudan, sedangkan buku tanpa guru akan melahirkan kesesatan”

Demikian semoga Allah memberi kita petunjuk dan hidayahnya agar kita termasuk kedalam kelompok orang-orang yang menyeru kepada lebaikan dan mengamalkannya, paling tidak untuk orang-orang terdekat kita…Aamiin.[]

.

Oct/rumahhufazh.or.id

______________________________________________________________

Ayo bantu program berantas buta huruf Al-Quran bersama LPI-RH. Enam puluh lima persen penduduk Indonesia masih buta huruf Al-Quran.

Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan untuk membantu program kami.

LPI-RH melakukan penyaluran kepada lebih dari 20 penerima manfaat setiap bulannya, dengan penyaluran rata-rata 20 juta per bulan dan menghasilkan lebih dari 180 aktivitas pendidikan masyarakat per bulan.

Karena komitmen LPI-RH adalah mendorong SDM Pendidik dan Pendakwah membina masyarakat Islam. Kami peduli dan kami ajak Anda peduli.

Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan ke no.rekening,

BSM 70 9157 3525 a.n Yayasan Rumah Hufazh QQ Infaq

Konfirmasi ke 08961324556.

Print Friendly, PDF & Email
rumahhufazh.or.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.