rumahhufazh.or.id (Jakarta) – Polemik film The Santri terus berlanjut. Setelah sejumlah ulama mengkritisi film besutan sutradara Livi Zheng itu, kali ini Ustaz Abdul Somad (UAS) bersuara.
UAS menanggapi film The Santri setelah mendapat pertanyaan dari jamaahnya pada tablig akbar di Masjid Agung Al Hikmah, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Rabu (18/9/2019). Penjelasan UAS ini terekam dalam video yang diupload kanal Youtube Ustadz Abdul Somad Official.
“Apa pendapat ustaz tentang Film The Santri yang tidak mencerminkan kehidupan pesantren yang sebenarnya, dan disutradarai oleh Livi Zheng yang kontroversi itu?,” kata UAS membacakan pertanyaan di secarik kertas.
UAS pun tersenyum seraya berkata, “Kalian mancing-mancing saja.”
Ia pun meminta jamaahnya untuk mengikuti pandangan dari ulama lainnya yang terlebih dahulu menanggapi kasus ini.
“Sudah banyak yang komentar, ikuti aja yang sudah ada itu, saya yang beban lama saja belum selesai,” katanya kemudian tersenyum dan disambut tawa para jamaahnya.
Lantas, UAS pun memaparkan beberapa hal yang ada dalam trailer film tersebut. “Saya tak nonton film ini sampai habis, baru menengok trailernya saja. Tapi di dalamnya itu yang bisa saya komentari pertama, masuk ke rumah ibadah,” kata UAS.
“Nabi tak mau masuk ke dalam tempat yang ada patung berhala. Makanya dalam Islam, Mazhab Syafii mengharamkan masuk ke dalam rumah ibadah di dalamnya ada berhala. Kita pakai Madzab apa? Madzah Syafii,” lanjut UAS.
Selanjutnya, soal adegan berdua-duaan laki-laki dan perempuan disoroti UAS. “Dua, tentang masalah laki-laki perempuan berduaan tak mahrom pandang-pandangan, oleh sebab itu maka kita jaga anak cucu kita dari perbuatan-perbuatan maksiat,” katanya.
Dikatakan UAS, film tersebut ada misi-misi tertentu. “Bahwa ada misi-misi sesuatu di balik ini semua, Wallahualam bi shawab, kita akan diminta tanggung jawab di hadapan Allah,” jelasnya.
UAS pun menyinggung soal toleransi yang dinilainya tak perlu lagi diajari kepada umat Islam. “Islam tak perlu diajari bagaimana berinteraksi sosial dengan saudara kita non muslim, karena kita sudah lama bertetangga. Tapi kalau sudah dalam masalah ibadah, ritual, tak ada tawar menawar,” jelasnya.
Menurut UAS, saat ini banyak yang tak bisa membedakan mana toleransi mana telor asin.
Pada akhir pembicaraannya UAS mengatakan, “Orang-orang yang pernah di pesantren pun ketika menonton itu, (berkata) ini bukan anak pesantren. Anak pesantren tak begitu.[]
.
Oct/rumahhufazh.or.id
______________________________________________________________
Ayo bantu program berantas buta huruf Al-Quran bersama LPI-RH. Enam puluh lima persen penduduk Indonesia masih buta huruf Al-Quran.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan untuk membantu program kami.
LPI-RH melakukan penyaluran kepada lebih dari 20 penerima manfaat setiap bulannya, dengan penyaluran rata-rata 20 juta per bulan dan menghasilkan lebih dari 180 aktivitas pendidikan masyarakat per bulan.
Karena komitmen LPI-RH adalah mendorong SDM Pendidik dan Pendakwah membina masyarakat Islam. Kami peduli dan kami ajak Anda peduli.
Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan ke no.rekening,
BSM 70 9157 3525 a.n Yayasan Rumah Hufazh QQ Infaq
Konfirmasi ke 08961324556.