Apabila kita merasakan sesuatu kebingungan terhadap suatu permasalahan ibadah, muamalah, atau dalam permasalahan agama yang lain, maka kembalikanlah kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita akan menemukan jawaban dan penjelasan yang memuaskan. Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [Quran An-Nisa: 59].

Bentuk nyata dari mengembalikan permasalahan kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan bertanya kepada orang-orang yang mendalam ilmunya. Yakni para ulama. Karena mereka akan menjawab pertanyaan dengan menyimpulkan dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan wajib bagi orang-orang yang tidak tahu untuk bertanya kepada mereka yang terpercaya keilmuan dan pengamalannya. Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [Quran An-Nahl: 43].

Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita. Dia memerintahkan kita untuk mengikuti Kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Mengambil petunjuk dari keduanya. Bukan dari hawa nafsu dan keinginan. Bukan pula dari ucapan-ucapan orang. Inilah jalan yang benar.

Allah Jalla wa ‘Ala memberi nikmat kepada kita dengan Kitab-Nya, sunnah Rasul-Nya, dan kehadiran para ulama yang mumpuni keilmuannya di setiap zaman dan tempat. Seharusnya kita mengembalikan permasalahan yang membingungkan bagi kita kepada mereka. Permasalahan yang menyangkut kepentingan umum akan mereka berikan solusi dengan fatwa. Karena banyak sekali berita-berita dan permasalahan-permasalahan yang membingungkan bagi orang awam. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاتَّبَعْتُمْ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” [Quran An-Nisa: 83]

Adapun jika menyangkut permasalahan individu, pilihlah seorang ahlul ilmi yang terpercaya ilmu, amal, dan amanahnya kemudian tanyakan permasalahan. Insya Allah kita akan mendapat jawaban yang sesuai dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Meskipun terkadang tidak cocok dengan selera kita. Karena tidak jarang selera kita berseberangan dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Untuk diperhatikan, terkadang bertanya kepada banyak orang tentang suatu permasalahan, malah memunculkan kebingungan. Oleh karena itu, kita hendaknya mengajukan pertanyaan kepada salah seorang yang kompeten. Yang mendasari jawaban dengan Alquran dan hadits. Insya Allah yang demikian cukup.

Dan perlu diperhatikan, setiap orang yang memberi fatwa atau jawaban, dia akan dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Allah Azza wa Jalla tentang apa yang dia katakan. Orang yang berfatwa yang memberikan putusan dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala haruslah memiliki ilmu dan niat yang baik. Jangan sampai dia memberi jawaban hanya berdasarkan karangan dan yang dia sangka baik. Yang demikian ini termasuk berbicara tentang agama Allah tanpa ilmu. Perbuatan demikian lebih parah dosanya dibanding kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّي الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.” [Quran Al-A’raf: 33].

Allah menjadikan tingkatan dosa berkata tentang Allah tanpa ilmu lebih dari dosa syirik. Dan syirik itu sendiri merupakan berkata tentang Allah tanpa ilmu.

Wajib bagi seorang muslim untuk mengetahui hal ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمْ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ* مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih.” [Quran An-Nahl: 116-117].

Fatwa itu bukan permasalahan remeh. Oleh karena itu, para salaf dulu mengatakan, “Orang yang terburu-buru di antara kalian dalam berfatwa, dia adalah orang yang terburu-buru ke neraka.”

Dulu, para salaf saling menyerahkan pertanyaan kepada yang lain. Padahal mereka memiliki ilmu yang luas. Setiap ada pertanyaan, dianjurkan untuk diajukan kepada yang lain. Karena mereka tahu, fatwa adalah permasalahan serius. Adapun sekarang, orang-orang yang baru saja belajar atau masih pemula, berlomba dalam berfatwa tanpa rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini termasuk melakukan perbuatan yang tidak layak atau tidak bermanfaat untuk mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalk sesuatu yang tak layak untuknya.”

Sekali lagi, permasalah fatwa bukanlah masalah yang ringan. Karena ini adalah perkara agama. Perkara halal dan haram. Hendaknya seseorang benar-benar hati-hati dalam hal ini. Orang yang meminta fatwa berada dalam arahan si pemberi fatwa. Karena itu, para pemberi fatwa jangan menyangka ini permasalahn ringan yang segera berakhir. Hal ini akan dipertanggung-jawabkan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena berbicara tentang halal dan haram adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seandainya kita sebagai penjawab memiliki penjelasan dari sisi Allah berupa dalil dari Alquran dan sunnah Rasul-Nya dengan penafsiran salaf, maka yang demikian baik. Seandainya tidak, maka menjawab dengan jawaban tidak tahu bukanlah sesuatu yang rendah dan hina. Jawaban ini tidak akan menurunkan derajat kita. Dan tidak berpengaruh terhadap kehidupan dunia. Bahkan bisa jadi itu lebih utama.

Demikian juga jika jawaban yang kita ketahui masih meragukan, tundalah terlebih dahulu jawaban. Kemudian membuka kembali buku-buku. Setelah yakin, barulah beri jawaban. Inilah metode dalam menjawab pertanyaan. Kemudian termasuk adab dalam menjawab pertanyaan adalah kita tidak menjawab pertanyaan sementara ada orang yang lebih berilmu untuk menjawab.

Wajib untuk berhati-hati dalam permasalahan ini. Karena kita di zaman yang banyak beredar fatwa dan ahlul fatwa. Jangan sampai kita termasuk di antara mereka yang bermudah-mudahan dalam hal itu. Kita hindarkan membuat orang-orang awam merasa bingung dan ragu. Orang-orang yang bermudah-mudahan dalam berfatwa itu sampai mengatakan bahwa hijab perempuan itu diperselisihkan kewajibannya. Karena itu, siapa yang di atas dalil, kita ikuti pendapatnya. Siapa yang menyelisihi dalil kita tinggalkan. Karena agama ini merupakan hukum Allah. Dia memutuskan perkara di tengah hamba-hamba-Nya dalam permasalahan yang mereka perselisihkan.

Allah Jalla wa ‘Ala tidak meninggalkan kita begitu saja. Tanpa ada perintah dan larangan. Tanpa ada petunjuk dan bimbingan. Dia mengutus untuk kita seorang rasul. Dan menurunkan untuk kita kitab suci. Kemudian Dia memerintahkan para ulama untuk memberi penjelasan kepada manusia dan tidak menyembunyikan ilmu mereka.

Permasalahan ini sangat serius. Terkadang, karena fatwa yang serampangan terjadilah kekacauan dalam perkara dunia dan agama. Siapa yang berfatwa dengan putusan yang ringan, tapi berdasarkan hawa nafsunya, maka yang demikian haram hukumnya.

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنْ اللَّهِ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun.” [Quran Al-Qashash: 50].

Jangan sampai kita menginginkan ridha manusia dan ridha orang yang meminta fatwa. Karena takut dikatakan seorang yang kaku dan keras. Ingatlah bagaimana nanti kia mempertanggung-jawabkan di hari kiamat di hadapan Allah. Jangan mengingat apa yang nanti akan manusia katakan. Hendaknya seorang yang memberi fatwa takut kepada Allah. Karena demikianlah keadaan orang-orang sholeh dulu. Dan selayaknya kita meniti jalan mereka.[]

Wallaahu A’lam.

.

Oct/rumahhufazh.or.id

______________________________________________________________

Ayo bantu program berantas buta huruf Al-Quran bersama LPI-RH. Enam puluh lima persen penduduk Indonesia masih buta huruf Al-Quran.

Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan untuk membantu program kami.

LPI-RH melakukan penyaluran kepada lebih dari 20 penerima manfaat setiap bulannya, dengan penyaluran rata-rata 20 juta per bulan dan menghasilkan lebih dari 180 aktivitas pendidikan masyarakat per bulan.

Karena komitmen LPI-RH adalah mendorong SDM Pendidik dan Pendakwah membina masyarakat Islam. Kami peduli dan kami ajak Anda peduli.

Ayo donasi minimal Rp.100.000/bulan ke no.rekening,

BSM 70 9157 3525 a.n Yayasan Rumah Hufazh QQ Infaq

Konfirmasi ke 08961324556.

Print Friendly, PDF & Email
rumahhufazh.or.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.